Loading...
Senin, 26 November 2012

Persembahan Hari Guru: "Di Depan, Di Tengah, dan Di Belakang Selalu Menjadi Sorotan

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

            Lagu karya Pak Guru Sartono di atas membawa kita untuk merenungkan, bahwa Kita dipuji semua orang, nama kita selalu hidup dan terkenang dalam jiwa insan cendikia. Bakti kita selalu rapi dan tidak dapat terhapus sehingga menjadi sebuah prasasti indah untuk sebuah pengabdian.
            Kita adalah cahaya dalam redupnya dunia. Kita adalah penyejuk di kala jiwa harus rapuh dengan amoral. Kita adalah penyeru, penentu, dan pencetus harapan bangsa. Selalu ada untuk negeri ini, meskipun tanpa penghargaan. Hanya nama “guru” yang selalu agung untuk dikenang.

Lebih dari setengah abad, 2 windu deklarasi perwujudan cita-cita itu dikumandangkan. Kini, dalam usia yang telah amat matang 70 tahun menjadi hari yang membanggakan bagi semua guru, insan professional pengubah akhlak, penentu watak, pencetus prestasi, dan center peradaban. Di berbagai belahan dunia, peringatan hari guru juga dilaksanakan dan penanggalannya pun berbeda dengan di Indonesia sendiri.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyajikan sejarah hari guru yang terambil dari berbagai sumber, yang mudah-mudahan menjadi sumbangsih berharga untuk sama-sama kita renungkan…

Berawal dari tekad dan kesadaran kebangsaan, serta semangat perjuangan dalam diri anak bangsa, mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriakan “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 atau seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan: Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia; Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun…
Demikian sekelumit kisah penuh perjuangan dan penuh harapan yang kiranya dapat kita ambil kemilaunya untuk sama-sama kita pamerkan, bahwa hari guru bukanlah hari ulang tahun saja, melainkan hari guru adalah hari di mana kita kembali mengenang hakikat indah dari mulainya sebuah perjuangan dan pengorbanan untuk kebaikan negeri Indonesia tercinta.

1.      Ing Ngarso Sung Tulodo: Di depan seorang Guru harus dapat memberikan contoh atau Teladan yang baik kepada siswa-siswinya.
2.      Ing Madya Mangun Karso: Di tengah atau bersama-sama dengan Siswa, Seorang guru diharapkan dapat aktif bekerjasama dengan siswa dalam usaha mencapai tujuan pendidikan.
3.      Tut Wuri Handayani: Di belakang, Seorang Guru harus mampu mengarahkan dan memotivasi peserta Didik agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Mudah-mudahan kita dapat melaksanakan titah Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara di atas, karena dengan ketiga modal di atas, Insyallah tujuan pendidikan yang termuat di UUD 1945 alinea 4, yaitu: “Mencerdasakan kehidupan Bangsa” Yang artinya Guru mempunyai tugas menumbuhkan Kemampuan anak didiknya yang dapat meningkatkan mutu kehidupan Bangsa dapat sama-sama kita wujudkan. Amin!!!
Selamat Hari Guru, semoga kebaikan selalu dilimpahkan Tuhan Yang Maha Kuasa!!!



0 komentar:

 
TOP