Tradisi
Panen Madu di Pedalaman Sumatra
Masyarakat
di pedalaman hutan Sumatra, tepatnya di perbatasan antara Jambi dan Palembang,
memelihara pohon sialang. Ini bukan pohon sembarang pohon. Bagi mereka, pohon
sialang bisa disebut sebagai pohon rezeki. Maklum, di ujung-ujung dahan pohon
ini bergantung sarang-sarang lebah madu. Nah,
madu-madu inilah yang menjadi sumber penghasilan mereka untuk menjalani
kehidupan.
Pohon
pialang memang salah satu pohon asli yang tumbuh di hutan. Ukurannya sangat
tinggi. Rata-rata bisa mencapat 50 m dari permukaan tanah. Batangnya bisa
berdiameter 2 m. Besar sekali, ya! Pohon ini biasanya tidak berdaun. Disinilah
bergantungan sarang tawon atau lebah. Sttttt… setiap dahan pohon biasanya
ditempati 20 sarang dan pada setiap pohon dapat ditemukan 100 hingga 200 sarang
lebah.
Panen
madu dilakukan sesuai dengan hokum adat yang berlaku. Biasanya, dilakukan di
malam hari saat bulan tidak bersinar. Hal itu karena apabila ada cahaya dan
lebah yang masil begadang beterbangan, proses pengambilan madu akan terganggu.
Setiap pemetikan madu di satu pohon biasanya dilakukan oleh lima orang. Satu
orang yang disebut juragan muda akan memanjat pohon dan diiringi oleh dua orang
juragan tua. Sementara, dua orang lainnya memanjatkan doa dan berjaga-jaga di
sekitar pohon.
Saat
memanjat pohon ini, juragan muda juga menumbai.
Menumbai adalah mendendangkan pantun-pantun mantra. Tujuan dari menumbai adalah agar para lebah tertidur
dan tidak mengganggu pemetik madu ketika berada di puncak pohon atau dekat
dengan sarang yang akan dipetik. Isi mantranya ternyata rayuan gombal pada
lebah yang sudah tidur. Jika ternyata masih ada beberapa ekor yang menyengat,
juragan muda tetap tenang dan tidak marah. Berkali-kali pula ia mendendangkan
mantra hingga selesai pemetikan. Saat turun dari pohon un, juragan muda tetap
mendendangkan lagu. Isinya pamitan dan hiburan kepada lebah agar tidak gundah
atau sedih karena madunya diambil. Jadi, seluruh proses memetik madu diiringi
dengan dendangan mantra yang merdu. Asyik, kan?
Sumber
: Orbit,
No. 10 Tahun 2005
1.
Apa itu tradisi Panen
Madu?
A. Tradisi
upacara memetik madu lebah di pohon sialang
B. Tradisi
upacara memanjatkan doa memetic madu lebah
C. Tradisi
upacara dengan hokum adat memetic madu
lebah
D. Tradisi
upacara membaca mantera-mantera menangkap lebah
2.
Mengapa pohon sialang
disebut sebagai pohon rezeki?
A. Karena
pohon sialang memang salah satu pohon asli pohon asli yang tumbuh di hutan dan
menjadi sumber penghasilan
B. Karena
diujung-ujung dahan pohon itu bergantung sarang-sarang lebah madu. Madu-madu
tersebut menjadi sumber penghasilan
C. Karen
pada setiap pohon sialang dapat ditemukan 100 hingga 200 sarang lebah untuk
diambil madunya
D. Karena
biasanya pohon sialang tidak berdaun. Disetiap dahan inilah bergantungan sarang
lebah yang menghasilkan uang
3.
Kalimat utama/ide pokok
pada paragraf ke-3 bacaan diatas adalah …
A. Panen
madu dilakukan sesuai dengan hokum adat yang berlaku
B. Panen
madu biasanya dilakukan pada malam hari saat bulan telah bersinar
C. Hal
itu karena apabila ada cahaya, proses pengambilan lebah akan terganggu
D. Setiap
pemetikkan madu di satu pohon biasanya dilakukan oleh lima orang
4.
Kalimat yang sesuai
dengan isi paragraf ke-2 adalah ...
A. Memetik
madu lebah di pohon sialang harus dengan doa mantera-mantera
B. Pohon
sialang tempat tempat hidup sarang tawon yang menghasilkan madu lebah
C. Pohon
sialang bukan sembarang pohon. Di ujung dahan pohon bergantungan sarang-sarang
lebah
D. Pohon
sialang biasanya tumbuh di hutan. Ukurannya sangat tinggi bisa mencapat 50
meter dari permukaan tanah. Batangnya bisa berdiameter 2 meter. Biasanya tidak
berdaun.
5.
Kalimat tanya yang
sesuai dengan paragraf ke-4 adalah …
A. Siapa
yang menjadi juragan muda?
B. Apa
tujuan dari menumbui?
C. Mengapa
juragan muda memanjat pohon?
D. Bagaimana cara
mendendangkan pantun mantera?
0 komentar:
Posting Komentar